Pemangkasan dana tersebut merupakan bagian dari kebijakan nasional penyesuaian fiskal. Secara regional, Provinsi Jawa Timur ikut terdampak dengan pengurangan alokasi sekitar Rp2,815 triliun, sementara seluruh kabupaten/kota di wilayah ini mengalami koreksi total lebih dari Rp17 triliun. Kondisi ini membuat banyak pemerintah daerah, termasuk Surabaya, harus menata ulang prioritas pembangunan dan melakukan efisiensi di berbagai lini.

Wali Kota Eri Cahyadi menegaskan bahwa tekanan fiskal tersebut bukan alasan untuk menurunkan kualitas layanan publik. Dalam rapat paripurna bersama DPRD, ia memaparkan empat pilar strategi untuk menutup celah anggaran yang muncul akibat pemangkasan pusat. Pertama, efisiensi proyek multitahun dengan target penghematan Rp50 miliar melalui sinkronisasi jadwal dan skala pekerjaan. Kedua, optimalisasi aset idle yang diharapkan mampu menghasilkan tambahan pendapatan hingga Rp200 miliar.

Pilar ketiga adalah rasionalisasi belanja operasional dengan sasaran penghematan Rp150 miliar. Pemerintah menargetkan efisiensi dilakukan tanpa memangkas pos layanan dasar, terutama pendidikan dan kesehatan. Terakhir, peningkatan efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan menambah pundi-pundi sekitar Rp330 miliar melalui digitalisasi sistem pajak dan retribusi serta perluasan basis pajak daerah. Jika semua pilar ini berjalan optimal, celah defisit akibat pengurangan DTU diperkirakan dapat tertutup secara berimbang.

Di tengah keterbatasan fiskal, Pemkot Surabaya memastikan program sosial tidak dihentikan. Alokasi Rp87,5 miliar disiapkan untuk program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Swasta yang menyasar sekitar 25.000 siswa. Program unggulan Satu Keluarga Satu Sarjana juga tetap berlanjut dengan dana Rp120 miliar bagi 3.000 penerima beasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Sementara di sektor perumahan, program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) memperoleh dukungan Rp286 miliar.

Untuk infrastruktur dasar, Pemkot menyiapkan anggaran mencapai Rp6,13 triliun guna memperbaiki jalan lingkungan, memperluas jaringan air bersih, dan memperkuat sistem drainase. Proyek-proyek dengan skema multiyears akan direstrukturisasi agar tetap efisien dan tepat sasaran. Menurut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), fokus utama tetap pada proyek publik yang memiliki dampak langsung terhadap kegiatan ekonomi warga.

Pemerintah kota juga mempertimbangkan opsi pembiayaan alternatif dengan menggandeng lembaga keuangan seperti Bank Jatim dan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai mitra pinjaman daerah. Skema ini tengah dikaji agar tetap aman secara fiskal dan tidak menambah beban jangka panjang. Kajian risiko dan proyeksi pengembalian menjadi syarat utama sebelum pinjaman disetujui, agar setiap rupiah pinjaman benar-benar diarahkan pada proyek produktif.

Dari sisi makro, Pemerintah Kota tetap menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen pada 2026, naik tipis dari realisasi 5,76 persen pada 2024. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diproyeksikan meningkat menjadi 82,5 dari posisi 81,9 pada tahun sebelumnya. Target penurunan angka kemiskinan di bawah 4,5 persen dan pengendalian tingkat pengangguran terbuka di bawah 4,2 persen menjadi indikator utama kesejahteraan yang tetap dijaga.

Namun, target kenaikan Pendapatan Asli Daerah sebesar 7,8 persen dinilai cukup ambisius. Sejumlah pengamat menilai keberhasilannya bergantung pada reformasi pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan inovasi ekonomi lokal. Pemerintah juga perlu memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta serta mendorong digitalisasi layanan publik agar kebocoran potensi pajak bisa ditekan.

Dari sisi pengawasan, Pemkot menyiapkan dashboard anggaran publik yang akan menampilkan realisasi APBD secara transparan dan real time. Warga dapat memantau pelaksanaan program, termasuk penyaluran bantuan sosial dan progres proyek infrastruktur. Langkah ini diharapkan meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola fiskal kota sekaligus menjadi instrumen kontrol sosial yang efektif.

Secara keseluruhan, tekanan fiskal yang dihadapi Surabaya dapat menjadi momentum reformasi tata kelola keuangan. Dengan perencanaan berbasis data, efisiensi berbasis kinerja, dan penguatan potensi PAD, Surabaya berpeluang memperkuat fondasi fiskalnya tanpa terlalu bergantung pada transfer pusat. Keberhasilan ini akan menentukan arah pembangunan jangka menengah kota, termasuk kemampuan menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan sosial.

Catatan Redaksi: Tantangan fiskal Surabaya pada 2026 bukan sekadar soal angka, melainkan ujian integritas dan ketangguhan birokrasi daerah. Mampu menjaga kesejahteraan warga di tengah pemangkasan anggaran berarti mampu menempatkan manusia di pusat kebijakan fiskal. Surabaya memiliki peluang besar untuk menjadi contoh bagaimana kedisiplinan fiskal dan empati sosial bisa berjalan seiring — demi memastikan setiap rupiah anggaran kembali untuk rakyat.