SURABAYA —Sidang perkara pidana jaringan narkotika antar pulau dengan barang bukti sabu seberat 22 kilogram kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ruang sidang Garuda 2, dengan ketua majelis hakim Wiyanto. Dua terdakwa, Ricky Eka Prastiawan bin Hariono dan Wirayaksa bin Wayan Warge, duduk di kursi pesakitan, setelah keduanya diciduk Ditresnarkoba Polda Jatim di Pelabuhan Balikpapan saat membawa sabu asal Ampel, Surabaya, yang dikirim lewat jalur laut dari Pelabuhan Tanjung Perak.
Barang haram tersebut diketahui milik Faris (DPO) yang hingga kini masih buron.
Tuntutan JPU Tertunda Lima Kali
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sudarso dan Wicaksono Subekti dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam dakwaannya menyatakan, kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana permufakatan jahat melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika tanpa hak atau melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Namun, hingga kini pembacaan tuntutan belum juga dilakukan. Agenda sidang dengan pembacaan tuntutan telah tertunda lima kali secara berturut-turut:
Senin, 22 September 2025: JPU belum siap.
Senin, 29 September 2025: Tuntutan batal dibacakan.
Senin, 6 Oktober 2025: JPU kembali belum siap.
Senin, 13 Oktober 2025: JPU tidak menghadirkan terdakwa.
Sidang akhirnya ditunda kembali hingga Senin, 20 Oktober 2025, dengan agenda yang sama — pembacaan tuntutan JPU.
Penundaan berulang ini menuai sorotan dari pengunjung sidang dan pemerhati hukum, mengingat ancaman hukuman bagi kedua terdakwa adalah pidana mati atau penjara seumur hidup sesuai ketentuan pasal yang didakwakan.
Kronologi Pengiriman Sabu 22 Kilogram
Berdasarkan berkas perkara, pada Selasa, 15 April 2025 pukul 17.00 WIB, terdakwa Ricky Eka menerima tawaran pekerjaan dari Faris (DPO) untuk mengantarkan sabu ke Balikpapan melalui aplikasi Skred. Ricky kemudian mengajak Wirayaksa untuk ikut serta.
Pada Kamis, 17 April 2025, Ricky menjemput Wirayaksa di kawasan Pagesangan, Jambangan, Surabaya, kemudian berangkat ke Pelabuhan Tanjung Perak. Sebelum keberangkatan, Ricky menuju rumah kos di Jalan Petukangan, Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Surabaya, untuk mengambil sabu dari Faris.
Dari lokasi tersebut, Ricky menerima:
1 tas ransel hitam berisi 9 kotak plastik tupperware berisi sabu, masing-masing dengan berat bersih antara 979 hingga 992 gram.
1 kotak kardus cokelat berisi 13 kotak tupperware sabu dengan berat berkisar antara 894 hingga 977 gram.
Total sabu yang dibawa mencapai 22 kilogram.
Barang haram itu kemudian dikemas rapi untuk dikirim menggunakan kapal laut DLN Mandalika menuju Pelabuhan Semayang, Balikpapan.
Penangkapan di Balikpapan
Pada Minggu, 20 April 2025 pukul 00.30 WITA, saat kapal bersandar di Pelabuhan Semayang, Kelurahan Prapatan, Balikpapan, tim Ditresnarkoba Polda Jatim yang telah melakukan penyelidikan lebih dulu langsung melakukan penangkapan terhadap kedua terdakwa.
Dari tangan Ricky Eka Prastiawan, petugas menyita:
1 HP Redmi hitam
Uang tunai Rp100 ribu
9 kotak plastik tupperware berisi sabu (total 9 kg) dalam tas ransel hitam.
Sedangkan dari Wirayaksa, disita:
1 HP OPPO biru 7
13 kotak tupperware sabu (total 13 kg) dalam kardus cokelat.
Seluruh barang bukti kemudian diamankan dan dibawa ke Kantor Ditresnarkoba Polda Jatim untuk penyelidikan lebih lanjut.
Ancaman Hukuman Berat
Kedua terdakwa dijerat dengan pasal berlapis terkait kepemilikan dan pengiriman narkotika golongan I dalam jumlah besar. Berdasarkan aturan yang berlaku, perbuatan tersebut dapat diancam pidana mati, atau paling ringan penjara seumur hidup.
Publik menilai, penundaan berulang dari pihak JPU dalam pembacaan tuntutan justru menimbulkan kesan lamban dalam penanganan perkara besar ini. Beberapa pengamat hukum mendesak agar proses sidang segera dituntaskan dan Faris (DPO) segera ditangkap, mengingat ia merupakan otak utama jaringan sabu antar pulau ini.
Foto: Terdakwa Ricky Eka Prastiawan bin Hariono dan Terdakwa Wirayaksa bin Wayan Warge saat menjalani sidang di ruang Garuda 2 PN Surabaya.
Editor; amiril