Bonus Rp42,7 Miliar untuk Atlet: Apresiasi Prestasi atau Pemborosan APBD Surabaya?

Kebijakan Pemkot Surabaya memberikan bonus atlet Porprov Jatim 2025 senilai Rp42,7 miliar menuai apresiasi, namun patut disoroti secara kritis menyusul komitmen efisiensi anggaran dan fokus pada program prioritas yang menyentuh hajat hidup langsung masyarakat.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyerahkan penghargaan kepada atlet berprestasi Porprov Jatim 2025 di halaman Balai Kota Surabaya
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyerahkan bonus senilai Rp42,7 miliar kepada atlet dan pelatih berprestasi pada Porprov Jatim 2025 di halaman Balai Kota Surabaya,Rabu (8/10/2025).

Jumat, 10 Oktober 2025 | Oleh: Tim Redaksi

SURABAYA – Pemerintah Kota Surabaya mengucurkan bonus senilai Rp42,7 miliar untuk atlet dan pelatih yang berprestasi pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) IX Jawa Timur 2025. Kebijakan yang diserahkan langsung Wali Kota Eri Cahyadi ini dinilai sebagai bentuk apresiasi, namun menimbulkan pertanyaan mendasar tentang proporsionalitas dan keselarasan dengan prioritas pembangunan kota.

Dukungan dan Mekanisme Pemberian Bonus

“Atlet Surabaya tidak bisa dibeli dengan uang. Bonus ini adalah penghargaan bagi seseorang yang membawa nama baik dan menjaga marwah Kota Surabaya,” tegas Wali Kota Eri Cahyadi.

Wali Kota menjelaskan proses pencairan dilakukan setelah verifikasi berlapis oleh KONI Surabaya dan KONI Jatim untuk memastikan ketepatan sasaran. Bahkan untuk cabang olahraga yang tidak diakui secara resmi seperti Anggar, Pemkot tetap memberikan apresiasi.

“Ini yang tidak dipahami orang-orang yang tidak mengerti proses pencairan reward. Kalau prosesnya sudah benar, pasti kita akan lebih cepat dari daerah lain,” jelas Hoslih Abdullah, Ketua KONI Kota Surabaya.

Analisis Kritis: Antara Prestasi dan Prioritas Anggaran

Kebijakan ini perlu diletakkan dalam peta prioritas anggaran yang lebih luas. Pada Rancangan APBD 2026, Pemkot Surabaya mencanangkan prinsip efisiensi anggaran dengan fokus pada program yang “langsung bersentuhan dengan masyarakat”.

Alternatif Penggunaan Dana Rp42,7 Miliar Estimasi Dampak
Pembangunan MCK Umum ≈ 3.000 unit
Bantuan Sosial Keluarga Miskin ≈ 42.700 paket
Posyandu dan Penanganan Stunting ≈ 85.400 kali kunjungan

Pertanyaannya, sejauh mana kebijakan bonus atet selaras dengan komitmen efisiensi dan dampak langsung tersebut? Terutama mengingat tujuh program prioritas Pemkot Surabaya yang berfokus pada penanganan kemiskinan ekstrem, pengangguran, stunting, dan kematian ibu.

Perspektif Atlet dan Masa Depan

“Bagi saya masalah uang (bonus) tidak terlalu penting, karena lebih penting prestasi saya dan mengharumkan nama Surabaya,” kata Cyrila Aurora Khanza Paramesti (13), atlet judo peraih medali perak.

Meski demikian, Wali Kota Eri telah menargetkan 250 medali emas untuk Porprov X Jatim 2027 yang akan digelar di Surabaya, menunjukkan komitmen jangka panjang dalam pembinaan olahraga.

Kesimpulan: Dua Sisi Mata Uang Kebijakan

Kebijakan pemberian bonus atlet oleh Pemkot Surabaya ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia merupakan bentuk penghargaan yang patut diapresiasi bagi dedikasi dan prestasi para atlet. Di sisi lain, sebagai pilar keempat demokrasi, kita wajib mempertanyakan akuntabilitas dan proporsionalitas penggunaan uang rakyat.

Publk berhak mengetahui apakah kebijakan semacam ini merupakan investasi pembangunan olahraga jangka panjang yang berkelanjutan, atau sekadar euforia sesaat yang berpotensi mengabaikan kebutuhan dasar warganya.

Catatan Redaksi: Berita ini telah melalui proses verifikasi fakta dan mematuhi kode etik jurnalistik. Tim redaksi telah meminta konfirmasi tertulis kepada Dinas Pemuda dan Olahraga serta Bagian Keuangan Pemkot Surabaya terkait sumber anggaran spesifik dan kajian analisis dampak kebijakan ini. Respons akan diupdate menyusul jawaban resmi dari pihak terkait.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Konten dilindungi © Lentera Nusantara. Dilarang menyalin tanpa izin.