Ketum RAJAWALI Kecam Insiden Wartawan Radar Vs Bupati Situbondo

RAJAWALI Desak Dewan Pers, Komnas HAM, dan Kapolri Usut Tuntas

Jakarta — 02 Agustus 2025 Ketua umum Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (RAJAWALI) Hadysa Prana, angkat bicara terkait Insiden yang menimpa humaidi jurnalis wartawan radar situbondo Jawa Timur. Menurutnya,masalah ini bukan sekadar konflik di lapangan tapi adalah alarm darurat bagi demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. “seorang wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik justru menjadi korban intimidasi, kekerasan, bahkan dilarikan ke rumah sakit diduga setelah cekcok dengan Bupati Situbondo. Tentui bukan hanya insiden biasa dan terindikasi otoritarianisme yang menyaru dalam demokrasi lokal” Tegasnya

Jika kekuasaan yang anti-kritik adalah kekuasaan yang sedang sekarat. “Dan kekuasaan yang menganiaya wartawan, sedang menggali liang kuburnya sendiri” Sambungnya

Kami dari Dewan Pimpinan Pusat RAJAWALI menyatakan sikap:

1. TINDAKAN INI ADALAH PERSEKUSI TERHADAP KEBEBASAN PERS

Apa pun alasannya, mendorong, mengintimidasi, atau menghalangi tugas jurnalistik adalah bentuk represi terhadap pilar keempat demokrasi. Saat seorang wartawan dianiaya hanya karena bertanya dan merekam, maka yang sedang dipertaruhkan bukan hanya nyawa, tetapi juga marwah kebenaran.

2. BUPATI SITUBONDO HARUS DIMINTA TANGGUNG JAWAB PUBLIK

Apabila kepala daerah ikut memicu konflik atau membiarkan aparat dan kelompok loyalis melakukan kekerasan terhadap jurnalis, maka tanggung jawab etik dan politik tidak bisa dihindari. Jika kekuasaan alergi pada pertanyaan, itu tandanya mereka sudah kehilangan kendali atas akal sehat.

3. DEWAN PERS & KOMNAS HAM WAJIB TURUN TANGAN

Kami mendesak Dewan Pers, Komnas HAM, dan Kapolri untuk melakukan investigasi menyeluruh. Tindakan ini tidak bisa dianggap biasa. Jika dibiarkan, maka hari ini wartawan, besok bisa siapa saja.

DPP RAJAWALI BERDIRI BERSAMA PERS

Kami menyerukan kepada seluruh insan pers, LSM, dan elemen masyarakat sipil: jangan diam. Demokrasi hanya bisa bertahan jika suara-suara kritis dijaga, bukan dibungkam. Hari ini wartawan Situbondo, esok bisa jurnalis mana pun di negeri ini.

“Kebenaran memang menyakitkan bagi penguasa yang terbiasa bersembunyi dalam pencitraan.” Tutup orang nomor satu di DPP RAJAWALI

Reporter :TIM

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *